Thursday 28 October 2010

Memaknai Sumpah Pemuda 28 Okt 2010



Tepat 26 Oktober 2010, setelah kemarin malam warga Jakarta bersumpah serapah di jejaring sosial, bencana kembali melanda ibu pertiwi.

Gempa dan tsunami di Wasior dan Mentawai serta awan panas Merapi memakan korban jiwa.

*Deepest condolences for all victims*

Keadaan mereka, kita, saya yang terjebak banjir dan kemacetan berjam- jam nampaknya tidak seberapa dibanding saudara kita yang terkena bencana.

Sejatinya, kita masih bersyukur karena kita masih bisa bernapas dengan “seenak udel” kita, kita masih bisa makan 3 (tiga) kali sehari, pakaian layak masih melekat di tubuh kita yang bisa dikatakan sehat, kita masih punya tempat tinggal dan mata pencaharian kita.

Entah, bagaimana kalian memaknai Sumpah Pemuda , 28 Oktober 2010.

Sumpah Pemuda harusnya menjadi momen kebangkitan atas perjuangan para pendahulu kita.

Saat itu, ibu pertiwi begitu berarti bagi para pendahulu kita.

Mereka berdiri diatas segala perbedaan untuk menjadi satu, satu tumpah darah, satu bahasa dan satu bangsa.

Sedangkan, lihat bangsa ini sekarang… tidak lebih dari bangsa yang kerdil cara berpikirnya, kekerasan atas nama agama diagungkan, tidak ada lagi kata satu dalam nafas kita.

Begitu mudah kita diporakporandakan hanya oleh kata “perbedaan”.

Hanya karena seseorang tidak sawo matang, tidak se- “aliran”, tidak kuning langsat, tidak sepaham, tidak setuju maka yang lain dapat dengan mudah menuduh, mencaci, bahkan menikam.

Apa perjuangan nyatamu untuk Indonesia ?

Lokasi bencana perlu kalian, kita dan saya untuk bergerak.

Kadang saya berpikir, alangkah baiknya kalau tenaga mahasiswa yg kerjanya hanya demonstrasi dan protes kepada pemerintah untuk membantu di lokasi bencana.

Action Speaks Louder than Words

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia