Tuesday, 22 March 2011

#blissipline week 2 How I redeem myself ?


Bicara tentang membuat kesalahan, wajar kalau sesekali kita sebagai manusia melakukan kesalahan. Tapi ada kalanya hati ini begitu marah karena tiba- tiba kita dituduh atau dirasa bersalah atas apa yang tidak kita perbuat.


Hal tersebut pernah saya alami sewaktu saya (yang fresh graduate waktu itu) baru terjun ke dunia kerja yang sebenarnya.

Berbagai intrik dan politik kantor benar adanya walaupun saya tidak mau ambil pusing dengan situasi yang ada. Hingga pada suatu ketika, saya dituduh atau lebih tepatnya difitnah oleh senior melakukan pemborosan via telepon dan hal ini sampai ke hadapan owner. Saya langsung dipanggil untuk dimintai keterangan mengenai hal tersebut, dan karena pekerjaan saya memang mengharuskan saya berhubungan dengan sambungan telepon internasional maka saya jelaskan dengan kepala dan hati yang dingin. Akhirnya, sang owner mengerti duduk perkara tersebut dan lebih berhati- hati lagi terhadap “apa kata senior” itu. Dan blessing in disguise-nya dari kejadian diatas, saya malah mendapatkan promosi dan kenaikan gaji.

Tidak berapa lama selang kejadian itu, saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan saya bukan karena masih dendam dengan senior itu namun lebih kepada mencari kebahagiaan bagi diri saya sendiri karena saya layak untuk bahagia.

Nampaknya senior itu selalu mencari- cari kesalahan yang tidak saya buat melalui internal audit yang sejak awal tahun 2004 sampai detik ini saya membuat tulisan ini , hasil internal audit itu tidak pernah keluar. Lucu bukan ?!

Nah kalau tahun itu, saya mampu untuk tidak melakukan klarifikasi lain halnya dengan tahun 2010.

Mungkin karena berbekal pada kejadian diatas, saya berprinsip bahwa “I must stand for myself, otherwise, no one will”

Ada kesalahan di departemen lain yang hubungan erat dengan departemen saya. Alhasil, saya patut menanyakan kronologis kejadian dengan yang bersangkutan sebut saja R. Rupanya R tidak terima dan mulai mengada- ada bahwa saya menggelar meeting tersebut semata- mata karena urusan personal.

Semua yang hadir di meeting tersebut dengan jelas tahu bahwa saya tidak memihak dan tidak juga menyalahkan pihak manapun. Saya menghimbau agar masing- masing yang hadir dapat lebih teliti lagi dalam bekerja. Berbuat kesalahan manusiawi tapi kalau kesalahan itu terjadi karena lalai atau malas untuk menelusuri lebih jauh, tampaknya itu tidak manusiawi.

Keesokkan harinya, salah satu staff saya melakukan kesalahan yang berakibat lebihnya jumlah pembayaran kepada supplier daripada yang seharusnya.

Alih- alih saya marah kepada staff saya, saya menginterospeksi diri. Seharusnya kejadian kesalahan jumlah pembayaran tersebut dapat dicegah bila saja saya lebih teliti untuk melihat pengajuan pembayaran tersebut. Dan tertulis lah status saya di ym berikut bunyinya,” Kalau bawahan salah berarti saya juga bersalah, I wanna be a leader not a boss! #notetoself yang rupanya juga dibaca oleh atasan R.

Tanpa klarifikasi lebih lanjut kepada saya, atasan R langsung curhat ke beberapa orang dengan disertai tangis bahwa tulisan tersebut dibuat untuknya. *drama*

Padahal tulisan tersebut murni untuk saya sendiri! Akhirnya untuk meluruskan hal tersebut saya mengirimkan e-mail klarifikasi kepada yang bersangkutan dan diakhiri dengan pertemuan singkat untuk meluruskan duduk persoalan yang terjadi.

Entah apa yang saya lakukan sudah benar dan seharusnya atau saya telah “Menabuh genderang perang dengan tidak strategisnamun saya cukup tahu melalui peristiwa ini agar lain kali kalau saya dihadapkan pada situasi seperti ini lagi, saya akan lebih pintar lagi menghadapinya J

*pic from getty images