Semalam, Darren (3,5th) menanyakan sebuah hal kritis kepada saya.
Lebih kurang percakapannya seperti dibawah ini :
D : Ma, shalawat itu apa sih ?
Me: Shalawat itu salah satu cara umat muslim beribadah
D : Kalau Darren jadi muslim boleh tidak ?
Me : kamu bisa pilih kamu mau agama apa kalau sudah dewasa nanti
D : kalau sekarang ?
Me : kalau sekarang, nanti yg ajarin agamanya siapa ? Kan papa mama Kristiani . Kalau masih anak- anak harus ikut papa mamanya.
***end of conversation
Buat saya, percakapan diatas merupakan pertanyaan tersulit yang pernah ditanyakan Darren.
Darren sudah mulai bertanya tentang seks kepada saya, dan saya dengan mudah menjelaskan kenapa pria punya penis dan wanita punya vagina; kenapa wanita punya payudara yg besar sedangkan pria tidak dll.
Tapi isu mengenai pandangan hidup , agama atau apapun sebutannya sangatlah sensitif.
Manusia diberi kebebasan untuk memeluk agama dan meyakini kebenaran ajaran agama tersebut.
Begitu juga saya, memilih untuk mengajarkan Darren bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih agama yg diyakininya saat dia dewasa nanti.
Agama hanyalah agama , yang dibentuk oleh sekelompok orang , diatur oleh sebuah wadah organisasi.
Yang paling penting adalah aplikasi ajaran tentang kasih dalam kehidupan sehari- hari.
Saat saya menuliskan perihal ini di sosial media, ada banyak komentar yang muncul termasuk komentar yang bunyinya seperti ini “Tp jk itu anak kt mustinya kt memberikan ketegasan ttg apa yg orgtuanya pegang!!
Darren tidak pernah minta dilahirkan dari rahim saya sebagai seorang keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia yang kebetulan orangtuanya memeluk agama Kristen.
Yang bisa saya lakukan adalah memberikan teladan dan contoh mengenai pandangan hidup seorang pengikut Kristus.
Memori saya melayang ke masa kecil saya.
Saya lahir di keluarga keturunan Tionghoa yg memeluk Dinamisme, Animisme.
Orangtua saya membebaskan anak- anaknya untuk memilih agama apapun dan hasinya, kami bisa tumbuh dengan toleransi yang baik kepada orang lain yang berbeda dari kami.
Coba deh baca bukunya Mitch Albom yang judulnya “Have a little faith”
Buku tersebut merupakan kisah nyata dari seorang Rabi dan seorang Pendeta.
Di buku tersebut, saya hormat dan kagum kepada seorang Rabi Yahudi yang menolong gereja Katolik dan Rabi itu berkata,” Tuhan itu suka akan perbedaan jadi mengapa kita harus meributkan hal itu ?”
Saya mau numpang tanya sebentar, tahu Mother Teresa yang sudah meninggal ?
Kira- kira beliau masuk surga atau neraka ?
Beliau seorang Katolik, menyembah patung Bunda Maria.
Tapi dampak dari aplikasi kasih dalam hidup beliau sehari- hari amatlah nyata.
Menurut ajaran agama Kristen, kalau menyembah patung berarti menyembah berhala dan itu dosa, bisa masuk neraka.
Banyak juga orang yang mengaku Kristen tapi kelakuannya tidak mencerminkan kasih sama sekali.
Contoh nyata adalah kejadian pada salah seorang sahabat saya menjelang hari pernikahannya, pihak gereja tempat kami menumpang membatalkan secara sepihak penggunaan gedung gereja padahal undangan sudah dicetak dan diedarkan!
Jadi, pilihan ada di tangan kita sendiri untuk meyakini sesuatu apapun itu dengan amat sadar.
Blindfull faith just gonna failed you J