Friday, 18 April 2014

Dear Dinda- Seleb Path

Dear adik Dinda tersayang,

Saya memang tidak pernah kenal dengan Anda bahkan saya juga tidak memiliki akun di path.

Tapi berita tentang kebencian Anda meluas melalui media sosial.

Awalnya saya hanya bereaksi "Anak ingusan tahu apa tentang kehamilan, begitu teganya mengecam bahwa ibu hamil pemalas, maunya dingertiin terus, ga mau susah" dan lain sebagainya.

Ijinkan saya membeberkan beberapa hal agar menjadi pembelajaran bagi kita semua terutama generasi muda yang empatinya sudah mulai terkikis oleh jaman.

Anda bilang, "pliss dong berangkat pagi"
Apakah Anda tahu bahwa ibu hamil tersebut bangun lebih pagi daripada Anda untuk menyiapkan sarapan pagi bagi suaminya, anaknya, keluarganya?
Apakah Anda tahu bahwa ibu hamil tersebut bangun lebih pagi daripada Anda untuk mengurus suami yang akan berangkat bekerja mencari nafkah bagi keluarga serta mengurus anaknya yang sudah mulai masuk sekolah?
Apakah Anda melakukan segala aktivitas di atas seperti yang saya sebutkan?
Apakah Anda membantu ibu Anda saat anda bangun pagi atau langsung bergegas berangkat bekerja?
Kalau Anda hanya langsung berangkat ke kantor maka seharusnya anda malu kepada ibu hamil yang anda benci itu.
Apakah Anda tahu bahwa ibu hamil tersebut bangun lebih pagi daripada Anda karena dia tidak bisa tidur semalamam akibat perut yang sudah membesar, janin yang terus menendang tanpa henti, rasa panas yang membakar ulu hati?


Anda bilang, "dasar ga mau susah"
Kalau ibu hamil itu tidak mau susah, mungkinkah dia kereta api yang begitu sesaknya hanya untuk berangkat dan pulang bekerja membantu suami memenuhi nafkah keluarga?
Kalau ibu hamil itu tidak mau susah, mengapa dia tidak naik taksi saja sebagai alat transportasinya?
Tahukah adik Dinda tersayang bahwa manusia tidak dilahirkan sama seperti Anda yang kehidupannya sudah nyaman.

Anda bilang, "kalau ga mau susah, ga usah kerja bu di rumah ajaa"
Apakah Anda tahu apa motivasi dia bekerja?
Apakah salah bila seorang ibu hamil meneruskan untuk terus bekerja dan berkarya?
Mungkin bisa saja dia adalah seorang guru yang memiliki hati untuk mendidik anak-anak penerus bangsa ini.
Kalau itu pola pemikiran Anda bahwa menjadi seorang istri atau calon ibu harus menetap di rumah saja, sungguh sempit cara berpikir Anda.
Kami, yang sudah menjadi istri, pernah ataupun sedang hamil berhak memilih apa yang kami yakini dapat berdampak kepada masyarakat luas, salah satunya berkarya dan berdaya lewat pekerjaan dan profesi kami.

Anda bilang, "mentang-mentang hamil maunya dingertiin terus, tapi sendirinya ga mau usaha"
Adik Dinda tersayang, kami ibu yang pernah dan sedang hamil tidak pernah minta untuk dimengerti dan kalau pun Anda memilih untuk tidak memberikan tempat duduk kepada ibu hamil yang Anda temui apakah lantas ibu hamil itu marah-marah kepada Anda?
Saya rasa ibu hamil itu juga tidak keberatan kalau dia harus berdiri sampai tiba di stasiun yang dia tuju karena sudah seharian duduk di belakang meja.

Anda bilang, "kaki gue pincang-pincang gara-gara geser tulangnya"
Apakah Anda tahu bahwa ibu hamil juga bermasalah dengan membengkaknya kaki karena harus menahan beban diri sendiri dan janin terkasih yang kami kandung?

Saya hanya berharap segala umpatan serta sumpah serapah yang mungkin bisa menjadi doa bagi Anda  tidak terjadi atas Anda.

Kepada siapapun Anda yang membaca tulisan ini, mari ajari anak cucu kita rasa empati terhadap sesama manusia, tidak hanya kepada ibu hamil.

Terima kasih.

Seorang anak, istri dan ibu,
@HoneyJT